Saturday, November 10, 2007

hikayat para kambing gunung I : Gunung Merbabu

berikut adalah foto2 yang diambil ketika temen2 orpapsi (organisasi pecinta alam psikologi) UNNES melakukan pendakian gunung merbabu jawa tengah melalui pos pendakian kopeng-thekelan 28-29 juli 2007. ada 8 orang yaitu saya, Feri, Wangsit, Hadi, Dede, Yohana, Fani,Imam. Seto cuma ikut sampai di pos pending saja, kemudian harus balik semarang karena sesuatu hal lainnya...


di Basecamp Dusun Thekelan, kecamatan Kopeng Salatiga.





Melalui Jalur Thekelan, Path yang di lalui tak begitu berat, cuma jalannya agak memutar..


Puncak syarif merbabu, puncak tertinggi ketiga setelah puncak triangulasi dan puncak kenteng songo (songo : sembilan). merbabu mempunyai 7 puncak (seven summit) yang terkenal. dari thekelan kita dapat mengunjungi dari puncak pertapan, pemancar, geger sapi, syarif, ondorante, kenteng songo, triangulasi. selain itu masih banyak puncak lain seperti puncak kukusan, penalapan..


Thursday, November 1, 2007

Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri handayani



Tulisan ini saya buat ketika OKKA UNNES 2007 sedang berlangsung, di tengah - tengah riuhnya suasana Gedung Gelar Karya Mahasiswa UNNES.

Sebuah semboyan pendidikan yang sangat terkenal dari bapak Pendidikan Indonesia Ki hajar dewantara. Kalimat yang terdiri tidak lebih dari tiga baris ini menurut penulis mempunyai arti yang sangat dalam tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam mendeskripsikan konsep kepemimpinan ( leadership) yang ideal. Karena itu dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk ikut mengupas konsep kepemimpinan yang terkandung. Lebih khususnya lagi, tulisan ini membahas kepemimpinan dalam organisasi.

ING NGARSO SUG TULODHO.

Dari baris yang pertama yang secara umum diartikan memberi contoh ketika di depan. Semboyan ini relevan dengan tugas - tugas seorang pemimpin manakala berada di depan maka ia menjadi teladan bagi anggotanya. Mulai dari penampilan, sikap, ucapan, perilaku dan keputusan - keputusan. Seorang pemimpin benar - benar dituntut untuk menjadi model yang baik bagi anak anggotannya. Profil pemimpin yang baik di mata para anggotanya akan membawa anggoatnya merasa pantas untuk dipimpin, tetapi jika profil pemimpin tersebut tidak bisa dijadikan suatu teladan yang baik maka secara alami anggotanya akan mencari sosok pemimpin lain yang dianggapnya ideal. Jika keadaan ini terus berlanjut maka pemimpin dengan model yang tidak baik akan kesulitan untuk mengatur para anggota yang pada akhirnya akan membuat organisasi tidak kondusif dan banyak kehilangan anggota karena model yang ada tiadak dianggap.

Dalam teori - teori Kepemimpinan tradisional, kalimat ing ngarso sung tulodho ini secara implisit juga mendeskripsikan tipe kepemimpinan Otoriter. Pengertian seorang pemimpin yang berada di depan menunjukkan superioritas pemimpin dibanding aggotanya, segala keputusan mengenai berbagai organisasi seluruhnya di atur oleh pemimpin tersebut sehingga anggotanya tinggal menjalankan perintah. Komunikasi dalam tipe kepemimpinan otoriter banyak diwarnai oleh komunikasi satu arah vertikal yang bersifat instruktif. Posisi pemimpin yang lebih superior tanpa ada regulasi - regulasi yang mengatur untuk membatasi superioritasnya menyebabkan pemimpin dapat memanipulasi kebenaran berdasarkan kekuasaannya.

Dalam konsep kepemimpinan Situasional, kepemimpinan Otoriter lebih cocok diterapkan manakala seluruh atau sebagian besar anggotanya adalah tipe anggota yang tidak mampu-mau. Tipe anggota seperti ini adalah mereka yang tidak tahu atau tidak memahami tugas, konsep, tujuan, alur kerja organisasi tetapi memiliki semangat untuk melaksanakan tugas tugas yang diberikan. Maka dari itu seorang pemimpin akan sangat sering memberikan instruksi kepada anggotanya dalam melaksanakan tugas sehingga tugas dapat diselesaikan dengan baik. Proses semacam ini sangat memakan waktu dan menghabiskan energi bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan otoriter dituntut mempunyai ketahanan lebih dibanding tipe demokratis dan laissez faire.

ING MADYO MANGUN KARSO

Kalimat ini secara umum diartikan, ketika seorang pemimpin berada di tengah - tengah kelompoknya maka ia mempelopori dan mengajak anggotanya untuk bekerja. Tugas pemimpin ketika berada di tengah - tengah kelompok adalah membangun tim yang solid. Pemimpin dituntut untuk bisa bekerja bersama - sama anggotanya. (gotong - royong) untuk membagi beban yang ada sesuai asas berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Dalam teori tipe-tipe kepemimpinan, posisi Pemimpin yang berada di tengah secara implisit mendeskripsikan tipe kepemimpinan demokratis. Posisi pemimpin tersebut juga menunjukkan kedekatannya dengan anggota organisasi meninggalkan kesan superior. Dengan bahasa lain pemimpin dengan tipe demokratis harus bisa turun ke level yang sama dengan kemampuan anggota organisasinya agar tercipta kerjasama tim yang solid. Proses musyawarah untuk mufakat sangat dijunjung tinggi untuk menampung dan memproses aspirasi dari anggota - anggota organisasi sehingga keputusan yang dihasilkan adalah mewakili organisasi. Walaupun seorang pemimpin mempunyai hak prerogatif untuk mengendalikan organisasi agar tetap sesuai dengan visi dan misi, di sini hak tersebut secara moral dibatasi agar tercipta dinamika kelompok. Dalam model demokrasi, penuh dengan komunikasi dua arah baik horizontal maupun vertikal sehingga setiap anggota organisasi dapat memberi masukan pada pemimpinnya atau sesama anggota organisasi. Tipe pemimpin semacam ini sangat membuka peluang bagi tiap anggota organisasi untuk mengasah potensinya masing - masing.

Dari perspektif Kepemimpinan situasional, tipe kepemimpinan demokratis ini layak untuk diterapkan manakala banyak diantara anggota organisasi adalah dari mereka yang Mampu-tidak mau. Anggota organisasi yang demikian adalah mereka yang secara umum telah mengetahui tugas, konsep dan alur kerja organisasi tetapi tidak mau untuk melaksanakan tugas yang ada karena sesuatu hal (entah itu karena motivasi, waktu, finansial atau yang lainnya ). Nah, Disinilah peran pemimpin yang yang berada di tengah - tengah anggotanya adalah untuk berunding menuntaskan masalah yang ada sehingga setiap anggota dapat bekerja sesuai dengan apa yang telah menjadi tugasnya.

TUT WURI HANDAYANI

Baris terakhir ini yang biasa diartikan dengan Memberikan semangat dari belakang. Mungkin mirip dengan strategi perang dimana Sang Jendral memberikan semangat bagi para serdadunya. Posisi Pemimpin yang berada di belakang bukan berarti benar - benar ada di belakang anggotanya. Dalam konteks ini bisa diartikan Pemimpin tersebut memberikan keleluasaan bagi anggotanya untuk menyelesaikan tugas. Hal ini terkait dengan Fungsi pemimpin sebagai pemberi semangat bagi anggotanya agar termotivasi. Bentuk pemberian semangat pada konteks ini dapat berupa doktrin, reward atau yang lainnya.

Dari perspektif tipe kepemimpinan, kalimat ing ngarso sung tulodho relevan dengan tipe kepemimpinan Laissez faire. Tipe Pemimpin ini adalah mereka yang mempunyai kebijakan permisif terhadap apa yang dilakukan anggotanya untuk menyelesaikan tugas. Pemimpin sangat mempercayai kemampuan anggotanya sehingga memberi mereka keleluasaan untuk menyelesaikan tugas tugas yang ada. Dalam tipe ini pemimpin dituntut untuk rela membagi kekuasaannya dengan anggotanya dalam menyelesaikan tugas.

Dalam konteks kepemimpinan situasional, kepemimpinan laissez faire dapat diterapkan dengan baik apabila mayoritas anggota dalam organisasi/ kelompok itu adalah tipe Mau-Mampun yaitu anggota organisasi yang mau untuk mengemban tugas , mempunyai keterampilan dan pengalaman di bidang tersebut. Fungsi pemimpin hanya sebatas pendelegasian dan pemberi semangat. Tipe anggota seperti inilah yang meringankan beban pemimpin karena anggota yang ditugaskan dapat bekerja dengan optimal tanpa instruksi mendetail dan pengawasan yang ketat. Dengan demikian pemimpin lebih menghemat energi dan mempunyai waktu yang lebih untuk mengembangkan organisasi.

SUATU KOMPOSISI DASAR

Melalui Semboyan yang diusung tersebut, Ki Hajar Dewantara memaparkan kapasitas ideal yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Komposisi antara ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo mangun Karso dan Tut Wuri handayani harus tetap ada walaupun bobotnya berbeda - beda sesuai dengan konteknya. Bukanlah gaya pemimpin yang baik dimana banyak menerapkan kebijakan otoriter sementara banyak anggota organisasinya merupkan tipe mampu-mau. Begitu pula dengan mayoritas anggota organisasi yang tidak mampu-mau maka kebijakan pemimpin yang terlalu permisif akan membuat hasil yang didapat tidak maksimal.

Agar kelompok/ organisasi berjalan sesuai dengan blue print yang telah dibuat, maka seorang pemimpin dituntut untuk bisa menerapkan tiga baris semboyan tersebut di waktu, tempat dan orang yang tepat. Hal ini tentu saja bukan hal yang mudah, yang bisa dikuasai dalam beberapa hari saja. Diperlukan pengalaman yang terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama (satuan lama sangat relatif karena kualitas pribadi juga ikut mempengaruhi) untuk membentuk Pemimpin yang berkualitas.